Amarah memang sebaiknya diluapkan dengan cara yang baik, menahan emosi atau dengan diam. Tapi aku lebih memilih untuk menulisnya.
Hari yang buruk itu
kembali lagi. Malam dimana tangisanku dengan mudahnya mengucur dari kedua
mataku. Terlalu banyak hal yang harus dibendung hingga pada akhirnya aku tak
kuat menahannya lagi. Masih ada perlakuan buruk yang kala itu terjadi kini
lukanya masih tersisa. Awalnya aku memang tak ingin negative thinking, tapi
atas penuturan yang tak sengaja diutarakan, rasa penasaran itu terbayar sudah.
Keraguan yang dulu sempat menjadi rasa curiga ketika masalah tersebut
menyeruak, kini dugaanku benar.
Malam itu dengan
sengaja aku benar-benar ditinggal karena sebuah kesalahan yang bukan secara
sengaja aku lakukan. Dimana penegakan dan pembelaan tak bisa kulakukan, alasan yang
kuutarakan pun tak diterimanya. Aku tidak berniat untuk membantah ataupun
memontong pembicaraan. Aku hanya ingin membela diri, AKU JUGA PUNYA HAK ATAS
HAL ITU !!. Tapi aku ini orang kecil, tak pandai berkata seperti mereka orang
besar. Akupun pasrah, ku biarkan saja luapan amarah itu menerjangku satu
persatu, biar puas apa yang dirasa. Apa daya yang dilihat selalu saja kesalahan
dan kesalahan. Bukankah seharusnya manusia tetap tersadar bahwa mereka adalah
tempatnya salah dan dosa ?. Lantas, dengan keras dan tanpa kasihan aku di hakimi bagai mereka
tak mengenalku lagi.
Aku mencoba untuk
membiarkannya, mungkin hati ini sudah kebal menghadapi semuanya. Aku berusaha
memahami, mengalah karena salah, dan diam karena tak banyak yang bisa ku
lakukan saat ini. Lambat laun pasti akan kembali meskipun butuh penyesuaian.
Tapi, dari semua kejadian itu, setiap detainya bagai tak bisa kulupakan. Lalu kenapa harus
kenangan pahit yang paling membekas ?. Lagi – lagi tak ada yang bisa dituntut
atas apa yang telah terekam oleh memory.
Ancaman ?. Hal ini
tiba – tiba mengejutkanku hanya karena hal yang sangat sepele. Bukankah
seharusnya dia memberikan contoh yang baik, tetapi malah mengancam. Ya sudah,
aku lebih baik mengalah lagi dan lagi. Sulit memang, bahwasanya yang dihadapi
bukanlah sosok yang pantas untuk dibiarkan menang. Orang lain mungkin tak
percaya, semua memang terlihat baik – baik saja, bahkan sepertinya tak ada yang
harus di permasalahkan. Tapi, disini aku yang merasakannya. Sekuat mungkin aku
memang menyembunyikan ini semua. Mungkin saja dia juga tak pernah tahu, aku
terisak menulis ini semua. Sadarkah ? Pedulikah saat ini ? Ah, mungkin tidak.
Aku memang sengaja tak
menceritakan permasalahan yang ku hadapi. Aku tak ingin mereka menanggung malu,
bagaimanapun juga aku tetap harus menjaga nama baiknya, karena berhubungan
dengan harga diriku dan semuanya yang terlibat. Aku hanya ingin meminta
keadilan saja, bahwa diantara kami sejujurnya ingin mendapatkan perlakuan yang
sama, ingin mendapatkan kasih sayang yang sesuai. Meskipun porsi keadilan tak
harus sama dan seimbang. Tapi keadilan punya kebutuhannya sendiri – sendiri.
Aku tak ingin lelah,
meskipun harus berjuang lebih keras lagi membuat kalian bangga. Aku memang tak
mengharapkan pujian atas prestasi yang pernah kuraih. Aku hanya ingin, rasa
bahagia itu terlihat. Bahkan semuanya akan tampak biasa saja. Aku tahu, hebat
dimata kalian memang istimewa, dan aku belum meraihnya. Tapi suatu saat, akan
kuperlihatkan bahwa aku disini bisa membuktikan. Aku tak ingin setiap saat
diremehkan begitu saja. Aku ingin lihat, bahwa senyum itu terlukis karenaku,
karena rasa tidak terima itulah aku ingin memperbaiki semuanya yang setiap kali
dipandang buruk. Semoga Allah mempermudah jalanku, dan memberi kesabaran,
ketabahan juga kekuatan diantara langkah demi langkah yang kukorbankan.
0 komentar:
Posting Komentar