Sabtu, 30 November 2013

Sepotong Kisah Diary Kehidupan



10 Oktober 2013
Anugrah yang mampu mengukur segala keindahan. Mengagumi apa yang pantas di miliki, berharap dan mencari yang terbaik. Tanpa pernah meninta untuk datang, meskipun ada pada impian. Hasrat yang muncul tanpa keinginan, rasa peduli yang datang karena kasih sayang. Melihat bukan pada poros luar. Tetapi menilai berdasarkan isi di dalamnya. Selalu indah –
13 Oktober 2013
Hari ini adalah minggu. Hari dimana segala keluh kesah akan terlepas dari pikiran. Hari dimana tak kujumpai  bertumpuk tugas dan segala isinya. Dan, hari ini aku pergi ~. Pergi untuk hal sudah biasa orang – orang lakukan di pagi hari. Aku melangkah tanpa kepercayaan, bahwa hari ini kita  bertemu. Pertemuan tanpa perjanjian. Mungkin terlihat sederhana, namun istimewa. Perlahan keraguan itu hilang, meski setelahnya muncul kembali.
16 Oktober 2013
Keheningan tanpa renungan. Rasa malas masih saja menggeluti raga. Rasa sakitpun turut mendampingi. Lengkap sudah rasa hari ini. Hanya tatapan itu jarang ku lihat lagi, atau aku yang jarang melihatnya ?. Mungkin memang aku yang terlalu buruk atau dia yang terlalu sempurna. Yang jelas, perbedaan semakin terlihat sepanjang hari. Senyuman yang canggung tanpa sapaan. Berapakah rahasia yang tersimpan selama ini ? Adakah itu tentangku ?. Mungkin aku terlalu bodoh untuk bertanya –
23 Oktober 2013
Berbeda pijakan satu tujuan. Menyambut raga penuh tawa. Dia masih sama, seperti dulu. Hanya pertemuan kami yang berbeda. Pertemuan tanpa harapan pasti. Meskipun senang pernah ada, karena kami berada pada 1 titik yang sama, dan 1 kedipan berbicara. Serasa aku ingin berteriak “Hey !! bisakah ajari aku sepertimu ?. Kehadiran yang secara tidak langsung memacu motivasi memang banyak menguntungkan. Tapi, kebisuan ini menjadi terkekang –
29 Oktober 2013
Mengatur hati tidak selamanya bisa. Menjaga rasa tidak selamanya kuat. Apa perlu aku berteriak sekali lagi untuk katakan tidak ? Apa harus ku perjelas satu demi satu maksud yang ku   mau ? Apa begini maumu, mau kalian, mau mereka ?. Apa aku harus menuruti semuanya ?. Hari ini, esok bahkan seterusnya?. Begitukah seharusnya ?. Hingga perasaanku, ragaku, perlahan di perbudak. Bukan karena apapun aku bertanya, terkadang kita hanya tak mengerti apa yang terjadi saat ini, jadi berilah sedikit peluang untuk memahami dan menerima –
30 Oktober 2013
Bukan, aku bukan marah, hanya saja kecewa. Entah hal apa yang membuat hari ini menyebalkan seperti ini. Hari ini, aku seperti anak 5 tahun yan diam karena kecewa. Diam karena haus perhatian, diam karena ingin di mengerti. Aku bagai berkaca di cermin yang kotor. Begitu buruk rupa. Tak seorangpun akan berminat melihatku. Bahkan caci maki tidak enggan dilontarkan. Sehina itukah aku saat ini ? –

Selasa, 22 Oktober 2013

PELAJARAN HIDUP


                  2 insan yang sangat ku syukuri kali ini. Ayah dan Ibu. Sebenarnya masih banyak nikmat lain yang setiap harinya HARUS disyukuri. Namun bagiku orang tua adalah salah satu hal yang sangat berharga, bahkan harta pun tak bisa menggantikannya. Berbicara tentang orang tua tentu saja sangat berkaitan dengan perhatian, kasih sayang dan juga kerja keras. Selama 16 tahun berlalu, aku selalu berharap kelak ingin menjadi orang tua yang baik, tapi ternyata , itu TIDAK MUDAH. Terkadang harapan kita tak sepihak dengan orang lain. Mendidik dengan cara lembut BUKAN berarti menghasilkan jati diri yang  BAIK. Dan mendidik dengan cara keras BUKAN berarti menghasilkan jiwa yang kasar.

          Ada saatnya TEGAS harus dilakukan. Aku pun merasakan aturan seperti  itu terkadang sangat memberatkan. Tapi bagaimana lagi ?. Sesungguhnya perhatian orang tua adalah hal terindah yang HARUS bisa kita terima. Siapa yang ingin mendidik anak menjadi gagal ? Jika ada, maka orang tua bukanlah sebutan yang layak baginya #naudzubillah.
                Bukan hanya satu atau dua kali saja aku merasa tidak bebas dengan nasehat mereka. Mau tidak mau, memang itu adalah perintah terbaik. Bayangkan saja jika kita tak punya orang tua yang SELALU mengawasi dan menasehati setiap kelakuan dan keinginan kita. Pastilah kita menjadi seseorang yang rusak, meskipun hal ini tergantung pada pribadi masing-masing.
              Pernah suatu ketika aku pergi ke jogja SENDIRI, tanpa meminta izin. Memang rasa takut itu ada, tapi kepergianku bukan untuk maksiat atau apapun. Aku hanya ingin bertemu teman lamaku yang sudah lama kunantikan. Alasannya kenapa aku nggak minta izin sudah pasti karena takut nggak di bolehin. Apalagi perempuan, pergi sendiri, bisa dibilang tidak wajar, tapi karena  didikan ayahku, semua menjadi biasa saja. Jika di ingat, dulu waktu kecil. Aku sempat pingsan karena dimarahin. Entah aku yang terlalu bandel atau karena ayahku yang terlalu tegas. Dan saat ini aku bisa menikmati hasilnya jika aku mau menurutinya. Mendidik terlalu lembut hanya akan menghasilkan pribadi yang MANJA. Akhir kata, mari bersama – sama menjadi anak yang berbakti selagi mereka masih hidup. Pahit manis menjadi seorang anak pasti akan menjadi kenangan yang entah kapan nanti akan di rindukan. Dan disaatnya nanti menjadi orang tua, berbijaklah mendidik anak, karena sukses tidaknya masa depan mereka bergantung dari cara orang tua mendidiknya. Salam damai, mari berfikir dewasa :)

Minggu, 29 September 2013

Aku dan Kamu adalah Kita Saat Ini

         Satu sajak yang indah untuk teman yang ku miliki. Teman yang kurasa sangat jauh untuk ku rangkul. Terlalu sulit menggandeng untuk bisa berjalan disampingku. Karena keakraban kami hanyalah maya. Semua canda tawa yang tersimpan itu tidak ada pada dunia nyata. Bahkan percakapan ini, mungkin menjadi jarak diantara kami. Kenyataannya tak ada potongan hati yang tersimpan rapi untuk di ungkapan. Ini bisa jadi kebetulan yang menguntungkan atau nasib yang menyebalkan. Aku harus berusaha lagi untuk berpura-pura, menutupi segala yang kurasa, demi utuhnya pertemanan ini.

Mungkin semua akan terlihat sempurna jika dia tak pernah tahu yang sebenarnya terjadi. Biarkan aku pantas di sebut “pembohong ulung”, yang tak pernah jujur pada sang waktu. Aku hanya ingih kokoh pada pendirian, untuk tetap menjaganya pada Rabb ku. Meskipun jenuh dan bosan tak pernah absen menghampiri, tapi berkat  do’a yang terucap, kekuatan untuk bertahan selalu ada.

            Kepandaian dan kepiawaiannya memang menggugah kekagumanku. Bisa jadi ini akan menjadi motivasiku selama aku tak meragukannya. Kepercayaanku sepertinya menancap pada papan yang pantas untuk di singgahi. Keputusan ini bukan sembarang pemikiran yang biasa, bahkan juga bukan kebetulan. Aku hanya bergurau saja untuk memusnahkan rasa, tapi keberuntungan seperti mengikuti untuk tetap menatapnya menjadi penyemangat prestasi.

            Tidak ku pandang dari covernya saja, kelembutan hatinya sudah menyiratkan banyak makna.Kepatuhan raganya semakin merunduk pada kehormatan. Tak kupungkiri bahwa dia benar- benar mengagumkan. Kekaguman pada satu hati ciptaaNya yang membawa berkah kebaikan. Semoga ke butaan itu menyelimuti pandangan yang kulalui , dan kebisuan mewakili kata – kata yang ku simpan.
Tak lupa kutuliskan sajak , untuk di kenang maupun di simpan, mungkin ini terlau buruk rupa, tapi ke ikhlasan menutupi keburukanku.


          Kugenggam sebongkah hasrat

          Kurenggut nyali yang melekat

          Kusembunyikan rasa yang memikat

          Lalu kuadukan pada gelap malam yang mencekat

     Kini tak kuduga sebelumnya

     Akan terjatuh pada sosok yang sama

     Aku memang manusia biasa
     Yang tak pernah luput dari salah dan dosa

Aku tak berani membuka mulut

Hanya menatapnya penuh malu

Menyimpan rasa berbalut ragu

Mengambang raga terbujur kaku

     Kepiawaiannnya menggugah kekaguman

     Kepandaiannya menciptakan keanggunan

     Bahkan gerak-geriknya mmenciptakan jalan cerita

     Cerita yang membawa aku dan kamu menjadi kita

          Meskipun tak pernah kau jamah keberadaanku

          Tak pernah kau hiraukan apa yang kurasa

          Tak pernah peduli pada apa yang terjadi

          Aku dan kamu tetap menjadi kita saat ini
                       
 

Senin, 12 Agustus 2013

Ketika Kebebasan Bersamaku

Aku tak pernah merasa sedemikian rupa. Awal yang membuat ku memutuskan apa yang selalu kuharapkan. Bukan untuk pengakuan sebuah hubungan. Hanya saja, ada rasa yang berbeda terhadap orang yang sudah kita anggap dekat. Dan semua terasa sangat nyaman ketika aku mulai menetralkan keadaan. Tak ada yang perlu di tutupi lagi, tak ada keganjalan yang harus dilalui. Lalu berjalan sebagaimana mestinya, seperti kami benar-benar tak memiliki batas yang terselubung.
            Bebas mengungkapkan apa yang dirasa, menceritakan apa yang terjadi, menanyakan apa yang menjadi masalah. Hanya itulah yang sebenarnya dibutuhkan. Melengkapi di antara kekurangan, bukan menuntut atas apa yang tidak kita miliki. Kejenuhan itu pasti ada ketika segala respon yang kita lakukan tak pernah mendapat sambutan. Hanya cukup untuk dibaca dan di tinggalkan. Sebenarnya tidak menyakitkan, jika tak pernah ada harapan yang muncul dari ketidakpastian. Lalu melanjutkannya dengan putus asa bukanlah cara yang tepat. Berusaha dengan gigih juga tidak perlu dilakukan. Karena hanya dengan bersikap baik seharusnya penerimaan itu ada jika kita masih bertindak normal. Tidak perlu di umbar seakan - akan semua orang tertarik ingin mengetahuinya.
            Suatu ketika aku pernah melakukan hal bodoh tersebut. Setelah itu pun aku merasa seperti menjual harga diri. Melakukan hal yang awalnya ku kira tak akan ada orang yang peduli. Namun penilaian ku bertolak belakang pada kenyataan, sebisa mungkin aku berlari ternyata aku tidak tertinggal.  Masih ada yang mengikutiku hingga batas waktu  tak pernah mempertemukanku lagi. Ada yang masih disimpan dan tidak pernah terungkap, meskipun yang kurasakan sudah pudar sejak dulu. Sejak aku tak pernah lagi mencari tahu apa yang ada padanya, sejak segala perbincangan itu berakhir.
            Aku mulai menatap dunia baru, dunia yang mengajak ku seolah-olah merasa bahagia. Menjalani apa yang ada tanpa perlu di dampingi lagi. Sejenak kedamaian memang ada didalamnya dan kesepian tak pergi menjauh dariku. Aku menikmati saja apa yang ada, inilah kebebasan yang tidak semua orang miliki. Tak ada yang menjadi pengatur atas kendali hidupku, tak ada permohonan izin yang harus ku lakukan, dan tak ada pula ucapan-ucapan disetiap pengantar kegiatan. Saat ini, hal itu masih menjadi milikku, dan tidak ku berikan dalam waktu sedekat ini. Kepercayaan masih mengambang untuk di pastikan. Mungkin ini saja yang cukup untuk mengisahkan apa yang kupikirkan, karena tak ada lagi episode baru. --

Rabu, 10 Juli 2013

Sahabat Jogja

          Perasaanku bungah ketika aku mendapat berita akan diadakan  buka bersama  bersama teman-teman SMP ku di Jogja. Pada awalnya aku sangat bingung, meskipun aku benar-benar ingin hadir dalam acara tersebut. Dan kesulitan yang selalu kualami ketika akan pergi jauh sendirian  adalah meminta izin dengan orang tua. Aku tak punya nyali yang cukup untuk mengutarakannya, karena aku takut hasilnya akan mengecewakan.  Berawal ketika 1 tahun yang lalu, saat aku meminta izin untuk buka bersama di pondok tempat SMP ku tinggal. Sudah berulang kali aku memohon dengan ayahku, bahkan sampai aku menagis pun aku tidak di izinkan. Aku sangatlah sedih dan kecewa, kenapa teman-temanku  di izinkan oleh orang tuanya sedangkan  aku tidak?. Ayahku tidak memberikan alasan yang jelas mengapa beliau tidak memberiku izin. Mungkin beliau hanya khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak di inginkan jika aku pergi sendiri tanpa ada yang mendampingi. Padahal setelah kupikir-pikir, saat SMP aku sering pergi ke Jogja sendirian.
Pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi tanpa izin, namun setelah sampai di Jogja, aku baru berani sms ibu ku dan meminta izin. Beberapa hari sebelum aku berangkat, aku memang sudah merencanakan  ini semua. Aku tak mau ketinggalan lagi waktu bersama teman-temanku, yah mereka memang orang-orang yang cukup spesial dalam hidupku. Bagaimana tidak? Selama 3 tahun kami satu kamar, satu kelas, satu atap, dan pastinya senasib sepenanggungan. Kami sudah merasa seperti 35 saudara kembar, meskipun tak jarang ada problem yang sempat meretakkan silaturahmi.
Setelah semua kusiapkan, aku pamit pada ibuku untuk pergi berangkat sekolah. Tetapi, aku tidak bilang kalau pulangnya langsung berangkat ke Jogja. Selama di perjalanan, jujur aku merasa berdosa karena sudah membohongi mereka. Namun proses telah ku mulai, aku harus mengorbankan apa yang seharusnya tidak kulakukan untuk bisa memenuhi kebutuhan jiwa yang sudah lama kunantikan. Aku memang sudah memikirkan segala resiko yang akan terjadi, dan mau tidak mau, aku harus menanggungnya sendiiri. Seperti kata pepatah “Berani berbuat, berani bertanggung jawab”.
Hal yang paling indah saat ini, ketika aku bisa melihat lagi riuh dan padatnya kota Jogja, megah dan mewahnya Jogja yang istimewa ini. Sampai-sampai aku sempat berdo’a “ Ya Allah, ijinkan kan aku untuk tinggal di kota ini 1 malam saja, agar aku nyaman seperti tak ada beban yang mengikutiku. Kalau aku harus membayar hukuman karena kebohonganku, maka hukumlah aku. Seberapa berat cobaan-Mu, aku akan tetap melanjutkan puasaku”, semoga inilah do’a atas pertanggung jawabanku selama perjalanan ini.
Sesampainya di Terminal Jombor, aku bergegas menuju shelter Trans Jogja dan berlanjut ke  Maguwoharjo untuk kerumah sahabatku, sebut saja namanya Diyah. Sebenarnya sudah ke-3 kalinya aku bermalam disana, bahkan Uminya pun hafal dengan ku. Ini seperti  menjadi rumah ke-2 ku saat ini. Tak lama kemudian aku sampai di shelter Maguwoharjo. Ku sms Diyah, dan tak berama lama kemudian, dia menjemputku. Sungguh, kebahagianku bertambah lagi, rasa rindu pun kini terbalaskan.
Kalau sudah bertemu si Diyah rasanya mulutku bakalan kering kerontang. Setiap saat cerita akan mengalir begitu saja, dia pun begitu. Kami sama-sama menjadi pendongeng dan pendengar yang baik. Semua masalah dan amarah kami luapkan sampai tuntas, dan sedikit gosip selalu menjadi selingan pembicaraan. Hampir setiap rahasiaku pun ada padanya, dan aku selalu percaya, dia bisa menjaganya dengan baik.
Rasanya sedari tadi kami tak sabar menanti azan Ashar, lalu mandi, dan berangkat ke tempat buber. Dan yang dinanti pun sudah berkumandang, semburat senyum mulai bersemi diantara wajah kami berdua. Setelah sholat, kami bergegas mandi dan bersiap – siap lalu berangkat ke SS Sagan. Kami turun dari mobil dengan perasaan deg-degan karena akan bertemu teman lama. Dan disaat kami menemukan sekelompok orang yang sangatlah kami kenal sedang duduk di Gazebo SS, bahagia semakin tumpah begitu saja. Dulu hanyalah menjadi bayangan dan angan-anganku, tapi kini semua terasa benar-benar nyata.
Sembari menanti kedatangan rekan lainnya, kami sempat KSBB (Kelingan sek biyen-biyen). Tertawa saat hal yang lucu dan culun pernah menjadi sejarah hidup,  mengunyah bersama pahit getirnya masa SMP. Dan menjelang Azan Maghrib, ujian datang lagi padaku, mungkin Allah mendengar do’aku tadi selama di Trans, aku akan melanjutkan puasa apapun resikonya sebagai balasan karena aku sudah berbohong dengan ibuku. 15 menit menjelang buka puasa, Mag ku kambuh begitu cepat. Rasanya berdiri saja aku tak mampu, sakitnya benar-benar melilit. Parahnya lagi aku lupa  membawa obat, dan terpaksa harus menunggu buka puasa lalu mencari apotik terdekat.
Setelah semua rekan datang, kami mulai berbuka puasa. Hanya 16 orang yang hadir saat itu, tak bisa kami hindari lagi kebiasaan di pondok dulu. Suasana makan pun  riuh dengan kegembiraan, sebentar-sebentar kami berfoto bersama. Dan yang membuatku malu, banyak orang yang melihat tingkah-tingkah kami yang memang gila ini. Tapi kami tak menghiraukannya, bukan karena tidak punya malu, hanya saja kami terlalu menikmati kebersamaan yang hanya sesaat tersebut.
Selesai makan, kami melanjutkan sholat  Maghrib dan berfoto bersama. Lagi-lagi mas-mas yang jadi pelayan SS, mengintip kami dari balik tirai bambu,  “Chiis” katanya saat kami sedang sibuk mengabadikan moment indah ini. Serempak tawa kami langsung pecah begitu saja, dan segera pulang menuju rumah masing-masing. Menurutku buber ke-4 ini yang paling sukses diantara buber lainya. Thanks to Pita, Thifal, A’ik yang udah rela jadi panitianya :D. Pulangnya aku dan Diyah  menaiki Trans Jogja, dan inilah enaknya tinggal di Jogja, kita nggak perlu khawatir jika pulang malam. Karena masih ada Trans Jogja yang beroperasi sampai sekitar jam 10 malam.
Sekitar jam 8 malam kami baru sampai dirumah, dan kami menghabiskan sisa-sisa malam dengan berbagi cerita, nonton film, dan online. Paginya setelah subuh, kami jalan-jalan di sekitar rumah Diyah. Rencananya mau ke sawah, tapi karena banyak anak-anak kecil yang mainan petasan di sekitar sawah, akhirnya kami balik pulang kerumah. Tanggal 10 Juli, salah satu teman kami ulang tahun. Awalnya aku dan Diyah mau pergi kerumahnya untuk sekedar berjumpa dan mendo’akan di hari ulang tahunnya. Namun rencana kami tidak sejalan dengan rencana-Nya, akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah saja. Terimakasih jogja, terimakasih kawan-kawanku, tak lupa ku ucapkan terimakasih pada-Nya, dan Welcome to Magelang again.


Template by:

Free Blog Templates