Perasaanku bungah ketika aku mendapat berita akan diadakan
buka bersama bersama teman-teman SMP ku di Jogja. Pada awalnya aku sangat
bingung, meskipun aku benar-benar ingin hadir dalam acara tersebut. Dan
kesulitan yang selalu kualami ketika akan pergi jauh sendirian adalah
meminta izin dengan orang tua. Aku tak punya nyali yang cukup untuk
mengutarakannya, karena aku takut hasilnya akan mengecewakan. Berawal
ketika 1 tahun yang lalu, saat aku meminta izin untuk buka bersama di pondok
tempat SMP ku tinggal. Sudah berulang kali aku memohon dengan ayahku, bahkan
sampai aku menagis pun aku tidak di izinkan. Aku sangatlah sedih dan kecewa,
kenapa teman-temanku di izinkan oleh orang tuanya sedangkan aku
tidak?. Ayahku tidak memberikan alasan yang jelas mengapa beliau tidak
memberiku izin. Mungkin beliau hanya khawatir akan terjadi hal-hal yang tidak
di inginkan jika aku pergi sendiri tanpa ada yang mendampingi. Padahal setelah
kupikir-pikir, saat SMP aku sering pergi ke Jogja sendirian.
Pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi tanpa izin, namun
setelah sampai di Jogja, aku baru berani sms ibu ku dan meminta izin. Beberapa
hari sebelum aku berangkat, aku memang sudah merencanakan ini semua. Aku
tak mau ketinggalan lagi waktu bersama teman-temanku, yah mereka memang
orang-orang yang cukup spesial dalam hidupku. Bagaimana tidak? Selama 3 tahun
kami satu kamar, satu kelas, satu atap, dan pastinya senasib sepenanggungan.
Kami sudah merasa seperti 35 saudara kembar, meskipun tak jarang ada problem
yang sempat meretakkan silaturahmi.
Setelah semua kusiapkan, aku pamit pada ibuku untuk pergi
berangkat sekolah. Tetapi, aku tidak bilang kalau pulangnya langsung berangkat
ke Jogja. Selama di perjalanan, jujur aku merasa berdosa karena sudah
membohongi mereka. Namun proses telah ku mulai, aku harus mengorbankan apa yang
seharusnya tidak kulakukan untuk bisa memenuhi kebutuhan jiwa yang sudah lama
kunantikan. Aku memang sudah memikirkan segala resiko yang akan terjadi, dan
mau tidak mau, aku harus menanggungnya sendiiri. Seperti kata pepatah “Berani
berbuat, berani bertanggung jawab”.
Hal yang paling indah saat ini, ketika aku bisa melihat lagi
riuh dan padatnya kota Jogja, megah dan mewahnya Jogja yang istimewa ini.
Sampai-sampai aku sempat berdo’a “ Ya Allah, ijinkan kan aku untuk tinggal di
kota ini 1 malam saja, agar aku nyaman seperti tak ada beban yang mengikutiku.
Kalau aku harus membayar hukuman karena kebohonganku, maka hukumlah aku.
Seberapa berat cobaan-Mu, aku akan tetap melanjutkan puasaku”, semoga inilah
do’a atas pertanggung jawabanku selama perjalanan ini.
Sesampainya di Terminal Jombor, aku bergegas menuju shelter
Trans Jogja dan berlanjut ke Maguwoharjo untuk kerumah sahabatku, sebut
saja namanya Diyah. Sebenarnya sudah ke-3 kalinya aku bermalam disana, bahkan
Uminya pun hafal dengan ku. Ini seperti menjadi rumah ke-2 ku saat ini.
Tak lama kemudian aku sampai di shelter Maguwoharjo. Ku sms Diyah, dan tak
berama lama kemudian, dia menjemputku. Sungguh, kebahagianku bertambah lagi,
rasa rindu pun kini terbalaskan.
Kalau sudah bertemu si Diyah rasanya mulutku bakalan kering
kerontang. Setiap saat cerita akan mengalir begitu saja, dia pun begitu. Kami
sama-sama menjadi pendongeng dan pendengar yang baik. Semua masalah dan amarah
kami luapkan sampai tuntas, dan sedikit gosip selalu menjadi selingan
pembicaraan. Hampir setiap rahasiaku pun ada padanya, dan aku selalu percaya,
dia bisa menjaganya dengan baik.
Rasanya sedari tadi kami tak sabar menanti azan Ashar, lalu
mandi, dan berangkat ke tempat buber. Dan yang dinanti pun sudah berkumandang,
semburat senyum mulai bersemi diantara wajah kami berdua. Setelah sholat, kami
bergegas mandi dan bersiap – siap lalu berangkat ke SS Sagan. Kami turun dari mobil
dengan perasaan deg-degan karena akan bertemu teman lama. Dan disaat kami
menemukan sekelompok orang yang sangatlah kami kenal sedang duduk di Gazebo SS,
bahagia semakin tumpah begitu saja. Dulu hanyalah menjadi bayangan dan
angan-anganku, tapi kini semua terasa benar-benar nyata.
Sembari menanti kedatangan rekan lainnya, kami sempat KSBB
(Kelingan sek biyen-biyen). Tertawa saat hal yang lucu dan culun pernah menjadi
sejarah hidup, mengunyah bersama pahit getirnya masa SMP. Dan menjelang
Azan Maghrib, ujian datang lagi padaku, mungkin Allah mendengar do’aku tadi
selama di Trans, aku akan melanjutkan puasa apapun resikonya sebagai balasan
karena aku sudah berbohong dengan ibuku. 15 menit menjelang buka puasa, Mag ku
kambuh begitu cepat. Rasanya berdiri saja aku tak mampu, sakitnya benar-benar
melilit. Parahnya lagi aku lupa membawa obat, dan terpaksa harus menunggu
buka puasa lalu mencari apotik terdekat.
Setelah semua rekan datang, kami mulai berbuka puasa. Hanya 16
orang yang hadir saat itu, tak bisa kami hindari lagi kebiasaan di pondok dulu.
Suasana makan pun riuh dengan kegembiraan, sebentar-sebentar kami berfoto
bersama. Dan yang membuatku malu, banyak orang yang melihat tingkah-tingkah
kami yang memang gila ini. Tapi kami tak menghiraukannya, bukan karena tidak
punya malu, hanya saja kami terlalu menikmati kebersamaan yang hanya sesaat
tersebut.
Selesai makan, kami melanjutkan sholat Maghrib dan berfoto
bersama. Lagi-lagi mas-mas yang jadi pelayan SS, mengintip kami dari balik
tirai bambu, “Chiis” katanya saat kami sedang sibuk mengabadikan moment
indah ini. Serempak tawa kami langsung pecah begitu saja, dan segera pulang
menuju rumah masing-masing. Menurutku buber ke-4 ini yang paling sukses
diantara buber lainya. Thanks to Pita, Thifal, A’ik yang udah rela jadi
panitianya :D. Pulangnya aku dan Diyah menaiki Trans Jogja, dan inilah
enaknya tinggal di Jogja, kita nggak perlu khawatir jika pulang malam. Karena
masih ada Trans Jogja yang beroperasi sampai sekitar jam 10 malam.
Sekitar jam 8 malam kami baru sampai dirumah, dan kami
menghabiskan sisa-sisa malam dengan berbagi cerita, nonton film, dan online.
Paginya setelah subuh, kami jalan-jalan di sekitar rumah Diyah. Rencananya mau
ke sawah, tapi karena banyak anak-anak kecil yang mainan petasan di sekitar
sawah, akhirnya kami balik pulang kerumah. Tanggal 10 Juli, salah satu teman
kami ulang tahun. Awalnya aku dan Diyah mau pergi kerumahnya untuk sekedar
berjumpa dan mendo’akan di hari ulang tahunnya. Namun rencana kami tidak
sejalan dengan rencana-Nya, akhirnya aku memutuskan untuk pulang kerumah saja.
Terimakasih jogja, terimakasih kawan-kawanku, tak lupa ku ucapkan terimakasih
pada-Nya, dan Welcome to Magelang again.